Gue Orang Jawa, Bukan Tionghoa, Apalagi Gorontalo
Lo pasti udah bisa nebak, gue bikin postingan kaya gini, karena gerah sama orang-orang yang kebanyakan nanya perihal suku dan kampung halaman gue. Oke, gue tegaskan, gue orang Jawa, asli dari wilayah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (wilayahnya loh, bukan keratonnya). Bapak asli Lempuyangan, orang lebih mengenalnya sebagai Stasiun Lempuyangan, tempat berhentinya KA Ekonomi dari Jakarta.. ya ya! hanya beberapa ratus meter dari Stasiun Lempuyangan. Nah sedangkan Ibu asli dari Bantul, yang gue sebut sebagai wilayah Yogya yang paling ga berperadaban dan paling ga punya prospek. Ya lo bayangin aja, waktu gue ke kampung Ibu itu taun 2000, dan terakhir kali gue ke sana taun 2008. Selama rentang waktu 8 tahun itu, ga ada yang berubah dari Bantul! Sana sini masih sawah, kendaraan masih sepi, dan bahkan setelah jam 6 sore, udah ngga ada bus yang mau narik ke Bantul.. bener-bener ga berprospek..
Lalu, bagaimanakah mungkjn teman-teman gue yang notabene matanya normal itu bisa melihat gue sebagai seorang Tionghoa? nah begini ceritanya, kebanyakan orang yang "menuduh" gue keturunan Cina, adalah mereka yang memeperhatikan agak sipitnya mata gue, dan kuningnya kulit badan gue kalo bertelanjang dada, atau muka gue juga kelihatan kuning di tempat terang, apalagi kalo habis mandi pagi...
Bener juga sih, kalo gue pikir-pikir, muka gue kurang memenuhi kriteria sebagai orang Jawa. Apalagi kalo lagi gondrong, muka gue tuh nggak Jawa banget deh...
Suatu hari, gue pernah bertanya sama almarhumah Ibu gue (doi meninggal waktu gue kelas 2 SMA), "Bu, kenapa sih banyak yang ngira kita Cina?" Nah satu hal yang menarik, Ibu gue tuh lebih kental lagi muka Cina-nya. Pernah suatu hari dia ke toko emas, yang punya orang Cina. Nah Si Cici pemilik toko bertanya sama Ibu,"Ci, marganya apa?" lah Ibu kan bingung nggak karuan, terus sejeplaknya aja tuh SI Ibu jawab, "Saya Lau, ci," terus si cici pemilik toko menyahut gembira, "Ooh mama saya juga Lau, ci" Tak lama kemudian, Ibu dipersilakan duduk, dibikinin teh manis, disuguhi macam-macam makanan, layaknya seseorang yang berkunjung ke rumah saudaranya.. Masya Allah...
Oke, kembali ke asal-usul. Ibu jawab, "dulu, kata orang-orang kampung, salah satu nenek moyang kita, entah yang keberapa, nikah sama Orang Cina. Dulu nenek moyang kita itu keluarga jagal (ternak). Mungkin karena dia punya banyak utang sama pengepul Cina, cara melunasinya ya anaknya harus mau dikawinin sama Cina"
Waduh, kisah cinta nenek moyang gue lebih parah dari Siti Nurbaya sodara sodara..
Dari tujuh anak yang dilahirkan pasangan kakek-nenek gue, tiga anak mempunyai wajah oriental, salah satunya Ibu. Dan itu menurun ke gue, salah satunya dari sifat morfologis kulit kuning dan mata agak sipit. Sebetulnya kalo ngikut gen Bapak, gue akan berkulit sawo matang, tapi sialnya, gen Bapak, cuma dominan di kulit wajah, jadi kulit wajah gue intermediet, campuran antara Bapak dan Ibu, sementara kulit tubuh semuanya warisan Ibu.
Nah untuk yang ngira gue Orang Gorontalo, sudah jelas lah ya, arti nama gue yang gue jelasin di awal blog ini dibuat, nggak ada hubungannya, cuma mirip aja...
Tapi meskipun sedikit berdarah Tionghoa, dan bahkan gue nggak tau itu bener atau enggak, karena lo tau, orang kampung, apalagi di zaman dulu, kebanyakan buta huruf, dan ngga pernah bikin buku trah (daftar keturunan) yang bisa dipelajari. Beda sama keluarga Bapak gue, yang masih punya hubungan kekerabatan sama Keraton Mangkunegaran, meskipun udah jauh banget, nama gue masih dicatet di trah itu, sebagai keturunan dari Raden Ngt. Sri Hunon Trenggonowati.
Yah okelah gue rasa cukup ya, nggak perlu panjang panjang (ini aja gue bete).
Comments
Post a Comment