Kapasitas Produksi PT DI Ditingkatkan
Pesawat CN-235 MPA produksi PT Dirgantara Indonesia bersanding dengan Airbus A380 |
Ada kabar gembira dari industri dirgantara dalam negeri. Tahun lalu, PT Dirgantara Indonesia meneken kontrak dengan Airbus Military untuk memproduksi pesawat C-295. Namun rencana tersebut mundur ke tahun 2013. Apa sebabnya? Rupanya kapasitas produksi PT DI masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Airbus Military, sehingga PT DI yang tadinya akan digunakan sebagai basis produksi dan pemasaran C-295 di Asia Pasifik, harus ditingkatkan lagi kemampuan produksinya.
Pada 19 April 2012 lalu, PT DI dan Airbus Military telah menandatangani kontrak untuk melakukan revitalisasi produksi PT DI. Dalam kontrak ini disebutkan bahwa revitalisasi akan selesai 18 bulan setelah penandatanganan kontrak.
Apa sih yang istimewa dari revitalisasi ini? Saat ini, kita tahu bahwa kapasitas produksi PT DI 6-9 bulan per unit pesawat. Hal ini tentu sangat tidak efektif. PT DI menerima banyak pesanan setiap tahunnya, namun kapasitas produksi yang ada tidak memadai sehingga memungkinkan PT DI dikenai penalti oleh pihak pemesan karena tidak memenuhi target waktu penerimaan yang dijadwalkan. Selain itu, kelambanan produksi ini menyebabkan PT DI butuh waktu yang lama untuk balik modal sehingga pertumbuhan perusahaan berjalan lamban.
Dalam revitalisasi ini juga akan turut dibangun pusat servis, pusat logistik, dan pusat pelatihan bagi seluruh awak PT DI dan Airbus Military. Melalui kerjasama besar-besaran dengan AM dan investasi yang all out ini, PT DI kedepepannya diharapkan mampu menjadi industri penerbangan dalam negeri yang mapan dan sehat,
Bayangkan saja jika dalam enam minggu PT DI mampu menghasilkan satu unit pesawat, maka dalam waktu setahun, PT DI sudah mampu balik modal untuk satu kontrak pemesanan skala sedang.
Jika semua proses revitalisasi sudah selesai, diharapkan PT DI selain mampu bertahan dalam persaingan industri dirgantara internasional, juga mampu menjadi salah satu industri pertahanan kebanggaan bangsa.
Oleh: Michael Ayub Garuntolo
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Jakarta
Comments
Post a Comment