Jalan Sabang: Wahana Hiburan di Kaki-kaki Pencakar Langit
Suasana Jalan Sabang |
"Jadi anak tunggal itu enak, nggak usah rebutan kalo mau makan."
"Enak ya anak tunggal, disayang dong sama mamanya.."
"Wah anak tunggal nih, pasti uang jajannya banyak..."
Begitu komentar orang-orang terhadap sebuah posisi yang sangat istimewa dalam keluarga; anak tunggal.
Tapi lo pasti tahu, the hell of the problem-nya anak tunggal adalah KESEPIAN.
Di masa liburan semester genap begini, seorang anak tunggal seperti gue, adalah sosok yang paling bahagia secara fisik, tetapi sangat menderita secara psikologis. Liburan semester ini contohnya, gue menghabiskan kurang lebih tiga bulan di rumah. Apa yang gue lakukan selama tiga bulan ini? Ya nggak jauh-jauh dari makan, tidur, internetan, nonton TV, berak, makan, tidur lagi, dan begitu seterusnya sampai berasa kayak tahanan penjara Bastille.
Uang jajan sih nggak jadi kendala, gue bisa makan dan pergi kemana aja gue suka, tapi yang jadi kendala adalah saat teman-teman gue pun sudah punya rencana dalam liburannya, dan pada akhirnya, hanya kecengoan yang gue dapat.
Gimana sih rasanya di rumah berhari-hari? Rasanya adalah: malas bangun (paling pagi bangun jam 9), ngotorin gigi, badan pegel karena kebanyakan berleha-leha dan tidur, dan mules karena kebanyakan makan.
Menimbang segala penderitaan dan kesengsaraan gue di atas, maka suatu hari, gue memutuskan untuk ikut main ke kantor bokap gue. Solusi yang aneh bukan? bukan! terakhir kali gue ke kantor bokap adalah saat gue kelas 3 SMP, dan apa salahnya kalo gue main lagi ke kantor bokap untuk silaturahmi sama temen-temen bokap hehe.
Kantor bokap itu di Kementrian Agama Pusat di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. kalo naik kereta, turun di stasiun Gondangdia, terus naik Bajaj sampai perempatan Thamrin, masuk deh ke kantornya.
Yang paling mengejutkan adalah kantor bokap letaknya di lantai 13. Lantai 13 di hotel-hotel, as we know, biasanya ditiadakan, dan menggantinya dengan lantai 12A. Tapi Puji Tuhan selama bokap kerja di sini belum ketemu yang aneh-aneh hehe.
Hari itu kantor lagi sepi karena temen-temennya banyak yang dinas ke luar kota. yang paling menggembirakan adalah: Hari itu bokap menerima Gaji ke-13! Huraaay!
Setelah ngambil gaji di bank, gue dan bokap jalan-jalan ke Jalan Sabang, yang letaknya di seberang kantor Kemenag. Tinggal naik jembatan penyeberangan, jluk, sampai deh di Jalan Sabang, letaknya persis di sebelah Wisma Mandiri.
Sebelah kiri untuk pedagang aksesoris, sebelah kanan untuk makanan |
Jalan Sabang ini bentuknya seperti sebuah lorong yang diisi para penjual makanan dalam kios-kios, sehingga rupanya tampak seperti kantin raksasa. Jalan ini, di sebelah kirinya, diperuntukkan untuk pedagang kaki lima yang berjualan pakaian, aksesoris, kerajinan tangan, dan sejenisnya.
Kebanyakan pengunjung di tempat ini adalah... ehmm... tunggu gue mau tarik napas... Kebanyakan pengunjung adalah.. para karyawati Wisma Mandiri yang masih muda-muda! Ini dia yang gue maksud hiburan!
Makanan di Sabang sebetulnya bisa dibilang "harga kantoran." Nggak terlalu murah, tapi masih terjangkau lah. Tapi pemandangan di sini, terutama saat makan siang, menurut gue, adalah yang paling indah, meski di bawah teriknya matahari Jakarta yang membakar kulit, itu belum seberapa, masih bisa lebih panas lagi!
APAAAA? Ya, para pegawai Wisma Mandiri yang kebanyakan adalah "generasi muda"
Buat seorang pria kayak gue, bukannya gue menderita Oedipus Complex ya, tepi memang gue menyukai perempuan dalam setelan baju kerja (normal nggak sih) yaa mereka terlihat lebih keren, seksi, dan cantik.
Paduan blus ketat dan skirt 3 cm di bawah lutut membuat mereka keliahatan anggun. Nggak semuanya sih, tapi kan kita tau, kebanyakan pegawai bank harus memenuhi persyaratan "berpenampilan menarik," dan mayoritas, itulah yang gue temui di Jalan Sabang. Mereka berjalan berlenggak-lenggok dari dalam kantor, keluar, memesan makanan, lalu have a seat di bangku-bangku yang tersedia dengan gaya yang elegan, ngerumpi dengan rekan-rekan mereka, wooooow! God! let me take one of them home! Harus gue akui juga,mereka memang cantik-cantik. Pemandangan yang indah itu nggak cuma gue liat sekilas, tetapi selama sejam gue nongkrong di situ, pemandangan itu terus mengalir bak mata air terjun Iguazu!
Tampilan counter penjual makanannya |
Sekarang gue paham, kenapa bokap dan rekan-rekannya sangat gemar makan di sini meskipun harga makanan di sini nggak terlalu murah. Sepiring soto dan teh botol misalnya, dihargai Rp14.000,00. Okelah buat orang yang udah kerja itu nggak masalah, tapi kalo buat mahasiswa kere kayak gue jelas itu bisa disebut "makanan perusak dompet." Makanan di sini jenisnya macam-macam, bisa dibilang komplit. Ada siomay, bakmie, sate, masakan padang, soto, bahkan makanan Chinese dan Japanese food juga ada loh, cuma ya itu, soal harga gue nggak tau, silakan coba sendiri. Tempatnya juga enak, kayak di Korea gitu suasananya hihi (bullshit).
Di Jalan Sabang, lo bisa menjumpai para penjual aksesoris seperti kaos, boneka, ikat pinggang, DVD, dan sebagian besar harganya emang murah-murah, lumayan buat bawa tentengan sepulang dari sini. Gue beli kaos bertema Jakarta, satunya Rp50.000,00, lumayan buat dipake-pake di rumah.
Jalan Sabang sebetulnya tempat yang bagus, cuma sayang agak kotor. Gue agak nggak nyangka, di tempat elit seperti Thamrin ternyata masih ada tempat kotor begini hahaha. Selain menemukan gadis-gadis eksekutif muda, di sini gue juga menemukan dua WNA yang sedang ngobrol dengan seorang perempuan (kayaknya karyawati juga). Dari logat Inggris-nya yang belepotan, dan mata sipitnya, sepertinya dia orang Singapore, atau Korea? entahlah, namun salah satu percakapan mereka membuat gue ngakak dalam hati:
"Hey, Jeanne, why do you come back?
"The siomay habis, so I order satee!"
"Oh poor you hahahaha!"
Yang bertanya adalah orang pribumi, yang menjawab baru orang bermata sipit yang lain. Yap, bukan barang sulit menemukan ekspatriat di sini, mereka sepertinya cepat beradaptasi, semoga saja.
Wisma Mandiri sendiri tempatnya memang cukup elit. Ya gimana nggak elit? letaknya di perempatan Thamrin gitu looh. Karyawannya badannya gede-gede (yang cowok) sehingga gue agak minder juga berdiri di sebelah mereka (meskipun gue nggak terlalu pendek juga kok).
Lihat tuh karyawannya, gede-gede banget badannya, bikin minder ih |
Comments
Post a Comment