Ranpur Serba Guna BMP-3F



Dengar nama kendaraan tempur yang satu ini, pasti langsung keingetan Marinir, pasukan pemukul angkatan laut yang sudah terbukti kehandalannya di berbagai medan tempur di seluruh dunia.
Ada yang nyangka nggak sih? USMC (United States' Marine Corps) nyatanya sudah terbentuk sejak 1775, atau sejak Perang Kemerdekaan AS. Awalnya, marinir AS hanya memakai perahu untuk mendaratkan pasukannya ke pantai, kemudian pada Perang Dunia II, mulai menggunakan kapal-kapal pendarat bermesin. Namun kapal-kapal pendarat ini punya kelemahan; mereka nggak mampu melindungi prajurit dari hujan peluru sampai mencapai garis pantai.

Maka dari itu, muncul deh pemikiran untuk membuat kendaraan pendarat amfibi yang mampu mendaratkan pasukan dari kapal, menyeberang hingga garis pantai, dan menerobos garis pertahanan musuh di daratan dengan aman.

Salah satu negara yang cukup maju dalam pengembangan ranpur ini adalah Uni Soviet. Pasca Perang Dunia II, Soviet mulai mengembangkan ranpur BTR-50 yang mulai diperkenalkan pada 1954. Ranpur ini beroda rantai, dilengkapi baling-baling untuk benenang, dan dipersenjatai senapan mesin berat untuk menghantam pertahanan musuh. Namun spesialisasi menghajar pertahanan musuh masih dipegang oleh tank ringan amfibi PT-76 yang dipersenjatai kanon kaliber 76 mm

Pada 1970-an, Soviet mulai mengembangkan kendaraan tempur yang memadukan daya gerak, daya lindung, dan daya tembak bernama BMP-3. Ranpur ini dipersenjatai kanon 100 mm yang lebih efektif, mampu memuat 10 personel, dan mampu bermanuver dengan lincah di medan pesisir.

Pemilihan BMP-3 oleh Marinir TNI-AL bukan tanpa pertimbangan matang, teknologi yang pas dengan kantong pemerintah menjadi alasan utama tentunya. Pada 2008, rencana pengadaan BMP-3F (versi ekspor dari BMP-3) dimulai. Setelah pada 2007 terjadi insiden kecelakaan tenggelamnya ranpur BTR-50 yang membuat beberapa anggota Marinir gugur dalam latihan. Pada 2010, datanglah 17 BMP-3F batch pertama (semula direncanakan 20, namun jumlah menyusut karena menurunnya nilai tukar rupiah). Ranpur ini terbukti handal dalam berbagai latihan besar yang digelar Korps Marinir. Dengan berat 18.7 ton, ranpur ini bisa dibilang sebagai yang terberat yang dimiliki TNI, bahkan melebihi berat tank-tank yang dimiliki Angkatan Darat.

Dilihat dari spesifikasinya, BMP-3F mengusung mesin berdaya 500 hp dengan diperenjatai kanon kaliber 100 mm, dua senapan mesin 7.62 mm, pelontar granat 40 mm, juga dipersenjatai AT-5 ATGM launcher, juga telah diperlengkapi dengan berbagai sistem kontrol senjata yang memungkinkan awak tank tak perlu melongok keluar saat senjata ditembakkan. BMP-3F dilapisi armor setebal 35 mm, dan mampu menempuh jarak 600 km dengan bahan bakar terisi penuh.Ranpur ini sanggup digeber hingga 72 Km/jam di jalan raya, 45 Km/jam di medan off road, dan 10 Km/jam saat berenang.

Para Petinggi Marinir meninjau BMP-3F


Spesifikasi ini tentu saja jauh lebih unggul ketimbang BTR-50 yang selain sudah tua, juga memiliki daya mesin yang lebih kecil, tidak diperlengkapi meriam untuk menghajar pertahanan musuh, apalagi sistem kontrol senjata berteknologi tinggi.

Jelas nggak salah kalau Marinir memilih BMP-3F sebagai kendaraan pendaratnya. Selain bebas dari ancaman embargo Barat, kabarnya pembelian BMP-3F batch kedua sebanyak 37 unit, juga disertai paket ToT (Transfer of Technology) yang memungkinkan industri pertahanan dalam negeri mengembangkan kendaraan ini.
BMP-3F saat melakukan pendaratan

Jika batch kedua sudah datang, maka Marinir akan memiliki 54 unit BMP-3F, jumlah yang sebetulnya masih minim, namun jika ToT sudah berjalan, gue berharap jumlah ini bisa bertambah lagi, kalau perlu sampai ratusan, mengingat negara ini adalah negara kepulauan yang wajib memiliki korps marinir yang tangguh.

BMP-3F memang punya kelasnya tersendiri, itulah yang gue suka dari Rusia, mereka menggabungkan daya angkut, daya gerak, dan daya tembak dalam satu kendaraan tempur yang efektif menjebol garis pertahanan musuh. Contoh penggabungan ini bisa dilihat pada fungsi heli tempur Mi-35P, yang selain mampu menghancurkan musuh, namun juga mampu mengangkut pasukan, sehingga menjadikan perawatan alutsista lebih sederhana dan tidak terpisah-pisah.

Oleh:
Michael Ayub Garuntolo
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Negeri Jakarta


Comments

Popular Posts