It's All about TRUST



Telinga beberapa kalangan mungkin menjadi gatal saat mendengar kata "kepercayaan." Nggak bohong, kadang gue pun seperti itu, dalam beberapa kesempatan, kita malas mendengar kata itu.

Menurut kalian, apa sih kepercayaan itu? Apakah itu sebuah noun yang merujuk pada bentuk-bentuk kelalaian atau pelanggaran yang umum dilakukan manusia? Jika kita belum mendapatkannya, jawabannya; ya!

Kepercayaan adalah sebuah beban yang berat, namun beban itu ibarat galon air minum yang bisa membuat kita tetap dapat hidup, membuat kita tetap mampu berlari!
Orang bilang, kalau mau hidup enak, dapatkanlah kepercayaan, dan itu benar!
Perusahaan-perusahaan raksasa yang kini menguasai pasar dunia, jika ditilik sejarahnya, tidak lepas dari kerja keras mereka dalam menjaga kepercayaan pelanggannya. Lihat saja produk-produk otomotif Jerman seperti Mercedes-Benz, Volkswagen, dan Porsche, yang tetap menjaga kepercayaan konsumennya dengan produk-produk mereka yang berteknologi dan berkualitas tinggi. Volkswagen pada awalnya malah hanya mobil yang menyasar kalangan menengah ke bawah, karena diproyeksikan sebagai mobil rakyat. Namun dengan semangat orang-orang Jerman yang senantiasa bertekad untuk memuaskan konsumen, Volkswagen mampu melejit hingga pasar otomotif dunia.

Di Timur sendiri, teladan untuk menjaga kepercayaan orang lain bisa kita ambil dari bangsa Tiongkok (guru bahasa mandarin gue protes keras kalo menyebut mereka 'orang Cina.')
Orang Tiongkok senantiasa menjaga kepercayaan rekan bisnis mereka dengan kejujuran dan etos kerja yang amat baik. Bagi mereka, kepercayaan adalah modal utama bagi mereka jika ingin usahanya berkembang. Orang Tiongkok (kecuali di film-film mandarin) sangat menghindari yang namanya berkelahi di depan umum. Bagi mereka, berkelahi di depan umum akan memperburuk citra usaha mereka, yang akhirnya menurunkan jumlah pelanggan mereka. Orang Tiongkok di awal usahanya, juga lebih senang hidup sederhana, mereka tidak ingin dipuji sebagai orang sukses atau orang kaya seperti kebanyakan masyarakat kita. Orang Tiongkok lebih suka membumi, menyatu dengan keadaan ekonomi masyarakat di sekitarnya, meskipun sebenarnya jika mereka mau hidup bermewah-mewah, mereka mampu.

Dan akhirnya kita akan bercermin, apakah menjaga kepercayaan juga terdapat dalam keteladanan hidup bangsa kita? Hmm.. gue rasa iya. Bokap gue sering berpesan, "Kowe arep nggolek jeneng apa nggolek jenang? Nek nggolek jeneng, kowe enthuk jenang, mung nek nggolek jenang, kowe ora bakal enthuk jeneng." ("Kamu mau mencari nama (jeneng) atau mencari jenang (bubur)? Kalau kamu mencari nama, kamu akan mendapat bubur, tetapi jika kamu mencari bubur, kamu tidak akan mendapat nama."

Bingung? Mudah sekali teman-teman. Jeneng (nama) melambangkan kepercayaan, sedangkan jenang (bubur) melambangkan kebutuhan/keinginan manusia (harta, makanan, jabatan, etc.). Jika kita mencari kepercayaan terlebih dahulu dan kita mendapatkannya, maka semua kebutuhan kita akan terpenuhi. Namun jika kita hanya ingin memenuhi dan memuaskan kebutuhan kita, kita tidak akan mendapatkan kepercayaan, yang sebetulya adalah modal hidup kita.
Masih bingung? kembali ke contoh dua bangsa asing tadi, Jerman dan Tiongkok. Yang pertama-tama mereka lakukan saat merintis usahanya bukanlah mencari harta dan kekayaan, melainkan kepercayaan orang lain. Bagi mereka, jika kepercayaan sudah didapat, ibaratnya, dunia sudah dalam genggaman.

Yang ingin gue tekankan di sini bukan hanya kepercayaan dalam bidang usaha loh ya, tetapi kepercayaan dalam arti luas. Bagaimana manusia bisa menjaga amanat dari sesamanya, bahkan juga dari Tuhan. Seluruh insan hendaknya bisa menjadi pribadi yang amanah, yang mampu dipercaya sehingga kita bisa mengurangi rasa saling curiga. Jika prinsip kepercayaan ini bisa diterapkan dalam segala hal, bukannya semuanya bisa jadi lebih mudah? Semua orang tidaklah sama, tak semua orang mau menerima filosofi ini. Apakah kamu mau? sebagai insan yang bertuhan, seharusnya; ya!

Orang seringkali mengabaikan kepercayaan sebagai sesuatu yang obsolete di zaman yang serba gila. "Berbohong atau hidup susah," itulah prinsip orang yang salah kaprah tentang eksistensi kejujuran di era modern. Padahal, dunia sedang sekarat, dunia sedang membutuhkan kejujuran, dunia sedang membutuhkan orang-orang yang bisa dipercaya, dunia membutuhkanmu, kawan!

Comments

Popular Posts